Siapa yang sanggup menerima kehilangan? Jangankan kehilangan seseorang yang sangat berarti, kehilangan gadget saja rasanya nelangsa. Betul nggak?
Seperti itulah yang saya alami saat pergantian tahun dari 2017 ke tahun 2018. Nelangsa. Sedih tak terkira. Meskipun riuh kembang api, tiupan terompet dan suara petasan menggema di langit, saya masih tak mampu membendung air mata. Pilu.
Saya bertanya kepada Tuhan. Mengapa ini harus terjadi kepada saya. Mengapa saya yang cengeng dan tak mampu menyembunyikan air mata ini yang harus merasakan kesedihan. Bahkan untuk membayangkannya pun saya tak mampu. Skenario apa, yang sedang Tuhan persiapkan untuk saya?
Saya tetap berkegiatan normal. Saya pura-pura tidak terjadi apa-apa. Saya tutupi semua rapat-rapat. Saya anggap suatu saat semua akan kembali dengan semestinya. Bisnis saya tetap berjalan baik. Passion saya tetap tersalurkan dengan sangat baik. Keuangan pun bukan menjadi masalah. Saya tetap kuat, alias pura-pura kuat.
Sembari itu, saya berdoa. Saya memohon kepada Tuhan tolong ubah jalan yang saat ini saya tempuh. Tolong buat seperti apa kemauan saya. Doa yang mengancam. Tapi, saat Tuhan sama sekali tidak mendengar doa saya, saya mulai marah. Saya mulai menyalahkan diri sendiri, bahkan menyalahkan Tuhan. Saya luapkan semua emosi saya. Saya lawan semua yang menyakiti saya. Saya benar-benar berada di titik terendah dalam hidup saya, September 2018.
Belaian tangan Mama serta airmatanya yang menetes saat itu, yang akhirnya menyadarkan saya. Saya tidak boleh menjadi gila. Saya harus tetap waras. Saya harus ikhlaskan. Pelan-pelan, dibantu seorang teman, saya benar-benar bisa mengikhlaskan. Dibantu sahabat-sahabat, saya berjanji menangis kali terakhir. Dibantu seluruh keluarga saya, saya niatkan, saya ikhlas. Saya ikhlas..
3 bulan waktu yang saya butuhkan untuk ikhlas. Mulai dari pura-pura ikhlas, lalu sampai pada ikhlas yang sebenarnya. Saya merasa sudah cukup. Sudah tidak ada yang bisa saya perjuangkan. Saya ikuti skenario Tuhan. Saya sudah siap dengan apapun, bahkan status yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Disaat saya sudah ikhlas. Skenario Tuhan pun hadir di hidup saya. Desember 2018 saya seperti menemukan kembali apa itu hidup. Saya seperti menemukan kembali semangat, masa depan, harapan, dan apapun itu namanya. Saya merasa saya semakin tak sabar menanti hari-demi hari. Bahkan saya merasa bodoh? Setahun ini mengapa mengikuti ego dan menyia-nyiakan hidup?
Dan di ujung pergantian tahun dari 2018 ke tahun 2019, perasaan saya bukan lagi nelangsa. Saya bahagia. Meskipun tanpa ada acara bakar ikan-jagung-ayam seperti tahun sebelumnya. Namun dentuman petasan, suara terompet dan kembang api diatas langit sana, membuat tidur saya malam itu terasa sangat nyenyak.
Pasrahkan semua pada Tuhan. Allah adalah penulis skenario terbaik yang tak terbantahkan.
2 comments
Bahagia selalu kak mel.. 😘 semoga segera ganti status lagi. 😍
ReplyDeletekamu kuat sol, kamu sellu kuat. allah sayang sama kamu dan semoga digantikan lebih baik.
ReplyDelete